Tag: PHK

Pengusaha Khawatir Usulan Upah Minimum Sektoral Tinggi Bebani Industri

matrakab – Usulan penetapan Upah Minimum Sektoral (UMS) yang dinilai terlalu tinggi oleh sejumlah kalangan pengusaha telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan industri. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, menyatakan bahwa usulan tersebut dapat memberatkan pelaku usaha, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih belum stabil pasca pandemi COVID-19.

Arsjad Rasjid menjelaskan bahwa penetapan UMS yang terlalu tinggi dapat berdampak negatif terhadap daya saing perusahaan, khususnya di sektor-sektor yang masih berjuang untuk pulih dari dampak pandemi. “Kami memahami pentingnya peningkatan kesejahteraan pekerja, namun penetapan UMS yang terlalu tinggi dapat membuat perusahaan kesulitan untuk bertahan, bahkan bisa berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal,” ujar Arsjad dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/12/2024).

Usulan UMS yang dinilai terlalu tinggi ini dianggap dapat memberatkan sektor-sektor industri yang masih berjuang untuk bangkit dari krisis ekonomi. Beberapa sektor yang paling terdampak antara lain adalah sektor manufaktur, pariwisata, dan UMKM. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, mengungkapkan bahwa penetapan UMS yang terlalu tinggi dapat membuat perusahaan-perusahaan di sektor ini kesulitan untuk beroperasi secara efisien.

“Sektor manufaktur dan pariwisata masih sangat rentan terhadap perubahan biaya produksi. Jika UMS ditetapkan terlalu tinggi, maka biaya operasional perusahaan akan meningkat signifikan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi daya saing dan kelangsungan usaha,” kata Hariyadi medusa88.

Kekhawatiran pengusaha tidak hanya terkait dengan peningkatan biaya produksi, tetapi juga dampak terhadap penyerapan tenaga kerja. Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Mardani H. Maming, menyatakan bahwa penetapan UMS yang terlalu tinggi dapat mengurangi kesempatan kerja bagi para pencari kerja, terutama di kalangan muda.

“Penetapan UMS yang terlalu tinggi dapat membuat perusahaan enggan untuk merekrut tenaga kerja baru. Ini tentu akan berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan angka pengangguran,” ujar Mardani.

pengusaha-khawatir-usulan-upah-minimum-sektoral-tinggi-bebani-industri

Pengusaha berharap agar pemerintah dapat meninjau kembali usulan UMS dan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang masih belum stabil. Mereka meminta agar penetapan UMS dilakukan secara bijak dan memperhatikan kondisi perusahaan serta daya saing industri.

“Kami berharap pemerintah dapat meninjau kembali usulan UMS dan melakukan kajian yang mendalam terkait dampaknya terhadap perusahaan dan tenaga kerja. Penetapan UMS yang bijak dan berkeadilan akan sangat membantu perusahaan untuk bertahan dan tumbuh di tengah kondisi ekonomi yang masih menantang,” kata Arsjad Rasjid.

Menanggapi kekhawatiran pengusaha, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, menyatakan bahwa pemerintah akan melakukan kajian mendalam terkait usulan UMS. “Kami akan melakukan kajian yang mendalam dan melibatkan berbagai pihak, termasuk pengusaha dan serikat pekerja, untuk menentukan besaran UMS yang tepat dan berkeadilan,” ujar Ida.

Ida juga menegaskan bahwa pemerintah akan berupaya untuk menyeimbangkan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan kelangsungan usaha perusahaan. “Kami berkomitmen untuk menyeimbangkan kepentingan pekerja dan pengusaha agar ekonomi dapat tumbuh secara berkelanjutan,” kata Ida.

Usulan penetapan Upah Minimum Sektoral yang dinilai terlalu tinggi telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengusaha. Mereka berharap pemerintah dapat meninjau kembali usulan tersebut dan menetapkan besaran UMS yang bijak dan berkeadilan. Dengan demikian, diharapkan ekonomi dapat tumbuh secara berkelanjutan dan kesejahteraan pekerja serta kelangsungan usaha perusahaan dapat terjamin.

Google Resmi Memberhentikan Karyawan Karena Protes Terhadap Proyek Kolaborasi Cloud dengan Israel

matrakab.com – Google telah mengonfirmasi pemecatan 28 karyawannya yang terlibat dalam aksi protes mengenai kemitraan perusahaan dengan pemerintah Israel. Protes ini berkaitan dengan Project Nimbus, sebuah inisiatif senilai US$1,2 miliar yang juga melibatkan Amazon. Aksi protes tersebut meliputi pendudukan kantor yang berujung pada penangkapan oleh otoritas hukum.

Sekuensial Insiden dan Tindakan Korporatif

Pemecatan diungkapkan melalui memo internal setelah terjadi penahanan karyawan di New York dan California pada tanggal 16 April. Insiden ini merupakan kelanjutan dari serangkaian pemecatan terkait protes yang dilakukan oleh karyawan di acara perusahaan di Israel bulan lalu.

Kebijakan Perusahaan dan Upaya Penegakan

Chris Rackow, Kepala Keamanan Global Google, dalam memo tersebut mengutarakan bahwa tindakan karyawan tersebut tidak sesuai dengan standar perilaku profesional perusahaan. Rackow menegaskan bahwa Google akan mengambil tindakan disipliner tambahan bila diperlukan untuk menjaga standar tersebut.

Tanggapan dari ‘No Tech for Apartheid’

Kelompok ‘No Tech for Apartheid’, yang mengadvokasi protes tersebut, menyatakan bahwa pemecatan ini merupakan aksi pembalasan terhadap unjuk rasa karyawan. Mereka mengkritik kurangnya dialog dari pihak eksekutif Google meskipun telah menyampaikan keprihatinan selama bertahun-tahun.

Isu Penggunaan Teknologi dalam Konteks Militer

Project Nimbus telah menerima kritik dari aktivis karena potensi penggunaan teknologi cloud dan AI oleh Israel untuk keperluan militer, termasuk pengawasan yang intensif. Laporan oleh The Intercept mengindikasikan kemungkinan penggunaan alat-alat ini dalam konteks penjajahan wilayah Palestina oleh Israel.

Konsekuensi Pemecatan untuk Etika Perusahaan Teknologi

Keputusan pemecatan ini menyoroti tantangan yang dihadapi oleh industri teknologi dalam menyeimbangkan kebijakan internal dan prinsip etika. Isu ini mempertanyakan keterlibatan teknologi dalam dinamika geopolitik dan konflik, serta menempatkan perhatian pada tanggung jawab sosial korporat di arena internasional.